Kamis, 13 September 2018

Sejarah Dan Nasionalisme Bangsa

Sejarah dan Nasionalisme Bangsa

Sejarah dan Nasionalisme Bangsa


Nusantara, negeri dan tanah kita yang kaya raya, telah menarik perhatian bangsa Asing. Posisinya yang strategis dan kekayaan alam yang melimpah telah mengundang bangsa Barat untuk menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Bangsa-bangsa asing itu antara lain Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Mereka dating sililh berganti. Dorongan nafsu keserakahan bangsa asing tersebut telah mengubah niat merka dari hanya sekedar berdagang menjadi penjajah yang ingin menguasai dan mengeksploitasi kekayaan alam bumi nusantara.
Upacara adat Tolak Bala Nusantara
Upacara adat Tolak Bala Nusantara. (Foto: Abriawan Abhe/Antara)

Selama bertahun-tahun kerajaan-kerajaan Nusantara berada dalam cengkraman bangsa asing, terutama bangsa Belanda. Penjajahan ini membangkitkan perlawanan rakyat Indonesia. Hampir diseluruh Nusantara rakyat bangkit serentak menentang kekuasaan asing. Namun demikian, perlawanan yang dilakukan pada masa kerjaan itu masih bersifat kedaerahan dan terpisah-pisah. Belum ada kesatuan. Karena itu, perlawanan-perlawanan mudah dipatahkan. Belajar dari pengalaman dan kegagalan masa lalu untuk mengusir penjajahan bangsa asing, rakyat Nusantara mengubah taktiknya. Didorong oleh perasaan senasib dan didikung oleh semakin banyaknya tokoh terpelajar dan terdidik, rakyat Nusantara mulai menyatukan diri dalam satu bangsa, yakni bangsa Indonesia. Didalam dada rakyat Indonesia mulai tertanam rasa nasionalisme ( Kebangsaan) sebagai bangsa Indonesia. Nasionalisme adalah : Semangat kebangsaan, perasaan kebangsaan yaitu semangat cinta atau perasaan cinta tanah air sendiri. Nasionalisme mula-mula muncul menjadi kekuatan pergerakan di Eropa Barat dan Amerika Latin pada Abad ke -18 di Amerika Utara misalnya, Nasional lahir kerena perluasan di bidang perdagangan kira-kira pada tahun 1000. Ada pula pendapat manifestasi nasionalisme muncul pertama kali di Inggris pada abad ke- 17 ketika terjadi revolusi Puritan. Namun pendapat tersebut dijadikan asumsi bahwa munculnya nasionalisme berwal dari Barat ( yang diistilahkan Soekarno sebagai Nasionalisme Barat ). Yang kemudian menyebar ke daerah-daerah jajahan. Dengan kalimat lain bahwa “ As a historical Sympton, nasionalism emerged as the response to a political, economic, social, and cultural context, particulariy the one brought on by colonialism” yaitu sebagai gejala historis, munculnya nasionalisme merupakan respon terhadap suasana poliltik, ekonomi, social dan budaya terutama respon terhadap penjajahan. Pergerakan nasional Indonesia lahir terutama dari kondisi dalam negeri dan pengaruh dari luar negeri. Kondisi dalam negeri itu adalah akibat system pemerintahan kolonial yang menimbulkan berbagai ketimpangan dalam masyarakat. Kondisi itu anatara lain politik, ekonomi, social dan budaya. 1. Kondisi Politik Masalah politik pada hakikatnya adalah maslah kekuasaan dalam pemerintahan. Sebagai masalah kolonial, semua kekuasaan pemerintah dipegang oleh Belanda. Secara sistematis pemerintah Belanda berhasil melemahkan, bahkan mengahapuskan kekuasaan penguasa pribumi. Kerajaan-kerajaan besar dan berpengaruh pada masa lalu satu demi satu ditempatkan dibawah kekuasaan Belanda. Mereka diikat dengan kontrak politik yang antara lain berisi pernyataan bahwa kerajaan mereka adalah bagian dari Hindia Belanda. Para Bupati dan lurah pun tidak lagi memegang kekuasaan. Para Bupati dijadikan pegawai Negeri dan digaji. Wibawa mereka merosot dimata rakyat dan posisi itu menjauhkan mereka dari mata rakyat. Lurah, eselon pemerintah pribumi paling bawah, dimata rakyat merupakan alat kekuasaan kolonial yang paling nyata.
Para penguasa pribumi tersebut terpaksa menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan Belanda. Kerena itulah, rakyat menganggap mereka sebagai bagian dari pemerintahan kolonial. Tindak-tanduk para penguasa diawasi secara ketat. Apabila ada yang menjalankan kebijaksaan yang menyimpang dari yang sudah digariskan oleh pemerintah kolonial. Mereka akan menghadapi resiko dipecat atau dibuang. Dengan demikian, rakyat tidak lagi mempunyai pemimpin tempat mereka mengadukan nasib. 2. Kondisi ekonomi Kondisi ekonomi bangsa Indonesia saat ini sangat menyedihkan. Hal itu dapat dilihat pada awal abad ke-20 diketahui bahwa penghasilan rata-rata sebuah keluarga Jawa hanya 64 Golden setahun. Dengan penghasilan yang sangat sedikit itu, mereka masih harus melakukan berbagai kewajiban, antara lain untuk urusan desa. Hal itu menggambarkan betapa miskinnya rakyat Indonesia. Padahal Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kemiskinan yang diderita rata-rata rakyat Indonesia adalah akibat pollitik Drainage (Politik pergerakan kekayaan) yang dilakukan pemerintah Belanda untuk kepentingan negeri Belanda. Politik Drainage itu mencapai puncaknya pada masa penanaman paksa (Cultur Stelsel) dan kemudian dilanjutkan pada masa ekonomi liberal. Selama pada masa tanam paksa, pemerintah Belanda memperoleh keuntungan ratusan juta golden. Keuntungan yang diperoleh itu semuanya digunakan untuk membangun negeri Belanda. Tidak ada pemikiran untuk menggunakan sebagian keuntungan itu bagi kepentingan Indonesia. Sistem ekonomi liberalpun tidak meningkatkan taraf kehidupan rakyat. Pada masa itu berkembang kapitallisme modern yang berlomba-lomba menanamkan modalnya diIndonesia, anatara lain dalam pekebunan raksasa. Pemerintah mengizinkan para pemilik modal menyewa tanah, termasuk tanah rakyat. Akibatnya lahan untuk pertanian rakyat berkurang. Sebagian besar petani terpaksa menjadi buruh dipabrik atau perkebunan dengan upah yang rendah. 3. Kondisi Pendidikan Telah kita ketahui bahwa kondisi politik dan ekonomi Indonesia pada awal abad ke-20 sangat menyedihkan. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi pendidikan. Sampai abad ke-19 perhatian pemerintah Belanda terhadap kemajuan pendidikan bangsa Indonesia sangat kurang. Sebenarnya, pada tahun 1848 sudah didirikan beberpa sekolah. Akan tetapi, sekolah itu khusus mendidik untuk calon pegawai yang akan dipekerjakan sebgai pegawai pegawai rendah diperkebunan pemerintah. Pada masa pelaksanaan ekonomi liberal pun sekolah didirikan untuk tujuan bersama. Pada tahun 1881 didirikan Sekolah Dokter Jawa yang sebenarnya merupakan sekolah untuk mendidik mentri cacar atau kolera sebab penyalit itu sering menjadi wabah dibeberapa daerah. Sekolah tersebut kemudian berkembang menjadi STOVIA ( School Tol Opleiding Voor Inlandse Arisen) atau sekolah Dokter Pribumi. Barulah pada awal abad ke – 20 masalah pendidikan mendapat perhatian yang agak besar dari pemerintah. Hal itu berkaitan dengan dilaksakannya politik etis. Sekolah mulai banyak didirikan, terutama sekolah desa. Akan tetapi, jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah penduduk (60 sekolah untuk 37 juta penduduk). Disekolah desa murid-murid yang terpilih dapat meneruskan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi. Jumlahnya sangat kecil, sebab adanya pembatasan oleh pemerintah. Untuk menempuh pendidikan ditingkat yang lebih tinggi, pemerintah menentukan beberapa syarat antara lain keturunan, jabatan dan kekayaan orang tua calon murid. Selain itu, juga ada pembatasan yang bersifat rasial. Sistem pendidikan tidak lepas dari kepentingan pemerintah Belanda. Tujuannya ialah untuk mendidik anak Indonesia agar dapat dipekerjakan sebagai pegawai rendah dengan gaji yang kecil di instansi pemerintah atau perusahaan swasta. Metode pendidikan tidak memberi peluang untuk menumbuhkan jiwa yang bebas, anak didik tidak diberi kesempatan untuk bereaksi secara kreatif. Selain sekolah desa, pemerintah juga mendirikan sekolah yang disebut modern, yaknisekolah yang menerapkan metode Pendidikan Barat. Disekolah ini antara lain diajarkan bahsa asing. Sebagian kecil anak Indonesia berhasil mengikuti pendidikan disekolah tersebut. Melalui penguasaan bahasa asing, mereka-meraka membaca berbagai buku dan karena itu wawasan mereka bertambah luas. Mereka mengetahui ide yang berkembang diBarat, seperti demokrasi dan hak rakyat dalam pemerintahan. Dengan mengetahui perkembangan yang terjadi di barat, mereka mulai membandingkan keadaan bangsa mereka dengan bangsa barat. Dari perbandingan itu timbul kesadaran untuk mencapai kemajuan sebagai syarat menuju kebebasan bangsa dari penindasan colonial. Sebagian besar dari mereka berpartisipasi aktif dalam pergerakan nasional, bahkan menjadi contoh utama dalam berbagai organisasi. 4. Kondisi Sosial Hal yang menonjol dalam kondisi sosial yang dihadapi bangsa Indonesia pada awal abad ke-20 ialah praktek diskriminasi yang diterapkan pemerintah Belanda. Diskriminasi itu ada yang berdasarkan ras dan ada pula yang berdasarkan golongan dalam masyarakat, bahkan berdasarkan suku bangsa. Dalam diskriminasi ras, warna kulit menentukan dari status seseorang. Pihak penjajah yang berkuasa sebagai golongan kecil memiliki hak istimewa. Sedangkan bangsa Indonesia yang merupakan golongan terbesar, hidup hampir tanpa hak. Mereka hanya mempunyai kewajiban. Hubungan antara pihak yang berkuasa dan pihak yang dikuasai hampir tak ada. Sudah kita ketahui bahwa tidak semua anak Indonesia berhak menempuh pendidikan barat. Begitu pula dalam pemerintahan tidak semua jabatan tersedia bagi orang Indonesia. Walaupun pendidikannya sama, namun jabatan yang dipegang oleh orang Belanda. Kalaupun jabatannya sama, gaji orang Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan gaji orang Belanda. Berdasarkan golongan dalam masyarakat, status orang Indonesia lebih rendah dari pada status golongan orang timur asing (Cina, Arab, India). Pedagang Cina, misalnya diberi berbagai kemudahan. Dalam lingkungan suku bangsa yang lain. Pemerintah Belanda mengadakan diskriminasi dalam sikap dan perlakuannya. Kepada suku tertentu ramah, kepada suku lain kejam dan lain-lain. Diskriminasi juga terjadi dikalangan militer. Untuk pangkat yang sama, gaji orang Indonesia yang berdinas dalam militer Belanda lebih rendah dari pada gaji anggota militer Belanda. Bahkan diadakan pula perbedaan gaji antara serdadu Ambon serdadu Jawa. Diskriminasi juga berlaku ditempat-tempat hiburan. Ada tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki oleh orang Indonesia., seperti tempat pemandian, restoran bahkan pada angkutan umum, seperti kereta api. 5. Pengaruh Luar Negeri Pergerakan nasional Indonesia mendapat pengaruh pula dari perkembangan masionalisme dibeberapa Negara asia. Bangsa asia baru mengenal nasionalisme dalam pengertian nasionalisme modern pada permulaan abad ke-20. Diantara peristiwa yang memperlihatkan kebangkitan nasionalisme Asia ialah modernisasi Jepang. Sejak pertengahan abad ke-19, Jepang melancarkan medornisasi dengan cara mengadaptasi peradaban Barat dan menggunakannya sebagai senjata untuk menghadapi Barat. Kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1904-1905 membuktikan bahwa Jepang sanggup menyamai bahkan melebihi salah satu Negara Barat. Kemenangan itu menyadarkan bangsa Asia bahwa bangsa Barat bukannya tidak mungkin dikalahkan oleh bngsa Asia kesadaran itupun terdapat dikalangan bangsa Indonesia. Pada tahun 1908 organisasi Budi Oetomo lahir didirikan oleh para pelajar STOVIA (School tot OPleiding voor Indesche Artsen – Sekolah Dokter Pribumi) diketuai oleh dr. Sutomo. Kelahiran Budi Utomo tidak dapat dilepaskan dari gagasan dr. Wanidin Sudirokusodo. Budi utomo mengadakan kongres pertama pada bulan Oktober 1908. Dalam kongres itu terjadi perbedaan pendapat tentang arah yang akan dituju dan landasan perjuangan. Wahidin berbicara tentang perlunya pendidikan bagi golongan priyayi, bukan bagi golongan rakyat biasa. Apabila golongan priyayi sudah terdidik, mereka akan dapat pula mendidik rakyat biasa. Pada saat gerakan Budi Utomo lahir gerakan nasionalisme bangsa Indonesia bangkit. Hal ini serupa yang ditulis oleh Charles Waif yaitu : The Formal Nasionalist Movement In The budi oetomo. Gambar 1 Organisasi Budi Utomo Tahun 1912 terjadi monopoli pedagang cina dalam penjualan bahan baku dirasakan oleh pengusaha batik Indonesia di Solo sangat merugikan. Pedagang Cina seringkali mepermainkan harga, antara lain dengan cara menjual bahan tersebut sedikit demi sedikit. Keadaan itu mendorong H. Samanhudi untuk menghimpun pengusaha batik dalam sebuah organisasi. Pada akhir tahun 1911, di Solo berdiri organisasi yang bercorak agama dan ekonomi, yakni Sarekat Dagang Islam ( DSI), diketuai oleh H. Samanhudi setahun kemudian bulan Nopember 1912, Nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI). H. Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua. Sedangkan H. Samanhudi sebagai kehormatan. Dengan pergantian nama itu lingkup organisasi itu bertambah luas. Kalau semula SDI hanya terbatas dikota Solo, sejak bernama SI, organisasi itu melebarkan sayapnya kedaerah-daerah lain. Kedudukan oragnisasi dipindahkan ke Surabaya. Dibawah pimpinan Cokroaminoto SI berkembang pesat sehingga tumbuh menjadi partai massa. Daya tarik utama adalah asas keislamannya. Sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Oleh karena itu asas keislaman dapat mereka terima dan SI mereka yakini sebagai organisasi yang akan membela kepentingan mereka. Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama islam. Beda dengan Budi Oetomo membatasi keanggotaannya pada suku bangsa tertentu. Dengan demikian, bukan hanya orang-orang Indonesia yang beragama islam yang memasuki SI, tetapi juga sebagian orang Arab. Tujuan Sarekat Islam yaitu untuk memajukan perdagangan, membantu anggotanya yang mengalami kesukaran, dan memajukan kepentingan islam serta kepentingan rohani dan jasmani. Secara lahir Sarekat Islam tidak mengatakan dirinya sebagai partai politik. Tetapi sepak terjangnya kelihatan jelas sebagai organisasi poliltik. Dalam kongres 1914, Cokroaminoto mengatakan bahwa SI bekerja sama dengan pemerintah dan tidak berniat melawan pemerintah. Dua tahun kemudian dalam kongres di Bandung dia melancarkan kritik terhadap Praktek Kolonialisme yang telah menyengsarakan rakyat. Dalam kongres itu SI menuntut supaya Indonesia diberi pemerintahan sendiri dan rakyat diberi kesempatan untuk duduk dalam pemerintahan. Anggota SI harus bersedia membalas kekerasan dengan kekerasan. Dibanding sosial ekonomi, SI menuntut Poenale Sanctie diperkebunan Sumatra harus dihapuskan. Dituntut pula agar majikan agar memperhatikan nasib buruh dan meningkatkan taraf hidup merka dengan cara menaikan gaji, mengurangi jam kerja, dan memebrikan hak pensiun. Tuntutan lain yang erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ialah penghapusan tanah Erkpacht yakni tanah yang disewakan kepada pengusaha perkebunan. Luasnya tanah Erpacht berarti berkurangnya lahan pertanian penduduk. Dengan dihapusnya tanah Ertpacth tanah itu akan dapat dimanfaatkan petani untuk bertani. Pada mulanya SI menempuh kooperasi pada waktu pemerintah mendirikan Volksraad, Serikat Islam mendukung wakilnya dalam dewan itu antara lain Cokroaminoto dan H. Agus Salim setelah ternyata Volkstraad tidak dapat dipakai sebagai lembaga untuk memperjuangkan kemerdekaan, Sarekat Islam pun menarik wakilnya, dengan demikian Sarekat Islam beralih ke Strategi Noonkoprasi. Sarekat Islam tumbuh menjadi partai massa. Hal itu menyebabkan pemerintah mulai waspada berbagai peraturan dikeluarkan untuk menghambat SI lebih lanjut. Selain itu sistem keanggotaan rangkap dan kecendrungan untuk lebih bergiat di bidang poliitik mengancam keutuhan SI sehingga dalam tahun 1920-an Sarekat Islam tidak lagi merupakan organisasi yang kuat. Cabang Sarekat Islam antara lain Semaun dan Darsono, juga menjadi anggota Indesche Social Democratische Vereniging (ISDV) yang berhaluan Marxis. Mereka berusaha memasukan Marxisme kedalam Sarekat Islam. Untuk mencegah hal itu , pemimpin Sarekat Islam mengadakan disiplin partai. Anggota yang berhaluan Marxis dikeluarkan dari Sarekat Islam. Merka kemudian mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI). Aktivitas Sarekat Islam yang lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian anggota yang menginginkan Sarekat Islam lebih banyak memperhatikan masalaha agama. Mereka pun meninggalkan Sarekat Islam. Dengan kondisi seperti itu, Sarekat Islam kemudian memutuskan bekerja sama dengan pemerintahdan mengganti nama menjadi partai Sarekat Islan Indonesia ( PSII) dengan Ketua H. Agus Salim pada tahun1930. Karena masalah kooperasi dan Noonkoperasi semakin dipertentangkan dalam tubuh PSII. Pada than 1930-an partai tersebut terpecah menjadi beberapa kelompok. 6. Indische Partij (1912) Organisasi pertama yang secara terang-terangan menyatakan dirinya sebagai partai politik ialah Indische Partij. Organisasi ini didirikan oleh Douwes Dekker (kemudian mengganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara) dr. Ciptomangon kusumo, Suwardi suryadiningrat ( kemudian mengganti nama menjadi Douwes Dekker) pada tahun 1912. Douwes Dekker adalah seorang Indo-Belanda pemi,pin harian de Express yang sering bernada tajam dan mengkritik pemerintah. Cipto mangonkusumo dikenal sebagai tokoh radikal yang memisahkan diri dari Budi Utomo karena berbeda pendapat dengan kalangan priyayi yang menguasai organisasi itu. Suwardi suryadiningrat seorang bangsawan anggota keluarga pakualaman yang semula juga memasuki Budi Utomo dan kemudian memisahkan diri disebabkan alasn yang sama dengan Cipto. Ketiga tokoh “radikal” itulah yang mewarnai Indische Partij. Karena itulah Indische Partij menjadi radikal. Indische Partij secara tegas menyatakan bahwa ia berjuang untuk melepaskan diri dari penjajahan. Semboyannya yang terkenal berbunyi “ Indielos Van Holland ( Hindia bebas dari Holland) dan Indie Voor Inders ( Hindia untuk orang India). Istilah Inders atau orang Hindia pada masa itu sama dengan istilah orang Indonesia pada masa sekarang. Douwes Dekker menyatakan bahwa segala gerakan politik yang harus menuju kearah membubarkan kehidupan yang bersifat jajah menjajah. Segala partai yang bersifat menentang cita-cita hendak memerdekakan diri harus dilawan. Pemerintah Hindia Belanda haruslah dipandang sebagai partai yang bertentangan dengan cita-cita maka hendak merdeka. Pemerintah yang berkuasa ditanah jajahan bukan pemimpin namanya, melainkan penindasan, dan penindasan itu adalah musuh yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan atau gerakan yang meminta perubahan pemerintah.( revolusi). Indische Partij memperkenalkan paham kebangsaan yang disebut Indische Partij nationalisme (Nasionalisme Hindia). Dengan Nasionalisme yang demikian, partai ini tidak membedakan asal keturunan, suku bangsa, agama, kebudayaan, serta bahasa dan adat istiadat. Hal yang menjadi bagi nasionalisme hindia adalah kemauan untuk menjadi bangsa yang satu, yakni bangsa Indie (Hindia) yang merdeka bebas dari kekuasaan kolonislisme Belanda. Sesuai dengan paham kebangsaan yang luas itu keanggotaan Indische Partij terbuka untuk semua golongan, baik golongan pribumi maupun pernakan Belanda, pernakan Cina, dan Peranakan lain dengan cara demikian Indische Partij berusaha menghilangkan diskriminasi dan kesombongan rasial yang ada dalam masyarakat. Indische Partij tidak berumur panjang pada bulan Maret 1923 partai itu dibubarkan setelah permohonannya untuk diakui sebagai badan hukum ditolak oleh pemerintah karena dianggap terlalu radikal. Sebagian anggotanya kemudian masuk Insulinde. Sekalipun Indische Partij dibubarkan namun tokoh-tokoh utama Deuwes Dekker, Cipto mangunkusumo dan Suwardi suryodiningrat tetap melanjutkan kegiatan politik pada bulan Agustus 1913, mereka ditambah beberapa tokoh lain, membentuk komite Bumi Putra melalui komite ini mereka menulis artikel yang berjudul Ais Ikeens Nederlanderwas (Seandainya Aku Orang Belanda) yang mengecam maksud pemerintah untuk merayakan seratus tahun bebasnya Belanda dari jajahan Perancis. Perayaan itu akan diadakan di Indonesia yang rakyatnya masih terjajah. Lebih lebih lagi, biayanya perayaan itu dipunggut dari rakyat. Akibat kecaman yang mereka lancarakan, ketiganya ditanggap dan di buang ke Belanda. Gambar 2 Pengurus Indische Partij Dan adapula organisasi-organisasi keagamaan seperti Muhamadiyah, Al-Irsyad dan partai Arab, Nahdatul Ulama, Ahmadiyah, Perhimpunan Politik Katolik Jawi. Selain organisasi-organisasi ada juga sekolah atau Taman Siswa. Taman Siswa didirikan oleh Suwardi Suryadiningrat (Ki Hajar Dewantara) pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Dalam melaksanakan pendidikan taman siswa berpedoman pada pernyataan asas yang disusun pada tahun 1922. Pernyataan asas itu mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur diri sendiri. Hal itu berarti mendidik murid agar berperan, berfikir dan bekerja merdeka didalam batas- batas tujuan mencapai kehidupan bersama tertib dan damai. Selain taman siswa ada juga gerakan wanita dan gerakan kaum buruh. 7. Gerakan Wanita dan Gerakan Kaum Buruh a. Gerakan Wanita. Sejak perluasan perhubungan di Jawa pada pertengahan abad ke-19 berkembang pula pengajaran dan sekolah untuk memenuhi kebutuhan tenaga pegawai administrasi di pemerintahan, pabrik, perkebunan, dan lain-lain. Pelaksanaan pengajaran sejalan dengan perubahan system pemerintahan kolonial,sehingga bukan hanya didirikan sekolah rendah saja, tetapi juga sekolah menengah, sekolah kejuruan dan sekolah tinggi. Pengajaran wanita Indonesia pada waktu itu masih kolot dan terikat oleh adat. Anak perempuan hanya mendapat pendidikan dirumah atau dilingkungan keluarga. Pendidikan yang diperolah tidak lebih dari sekedar persiapan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Seperti memasak, menjahit, dan membatik. Pengertian emansipasi dalam jiwa wanita waktu itu adalah keinginan untuk mendapatkan persamaan hak dan kebebasan dari lingkungan adat. Mengenai keinginan wanita Indonesia untuk mengajar kemajuan , diberikan oleh surat kabar Bintang Hindia sebagai berikut “ Perdaban rohani perlu bagi gadis Indonesia. Supaya kemudian kalau sudah menjadi Ibu, menjadi pengasuh utama anak-anak dan mempunyai pengaruh penting bagi masyarakat kita dikemudian hari, Mengapa mereka dinomorduakan terhadap kaum laki-laki”. Raden Ajeng (R.A) Kartini, pelapor gerkan emansipasi , menggerakan agar wanita Indonesia diberikan pendidikan karena mereka yang memikul tugas suci. Kalau wanita mendapat pendidikan maka kemajuan wanita hanya soal waktu. Sebenarnya buah pikiran Kartini untuk memajukan wanita Indonesia tertuang dalam kumpulan suratnya Habis Gelap Timbulah Terang. Surat itu ditulis antara tahun 1899-1904, berisi kehidupan keluarga, adat istiadat keterbelakangan wanita, cita-cita terhadap kebahagiaan bangsanya dan lain-lain. Dalam waktu singkat cita-cita kartini mulai terealisasikan. Dimana-mana sekolah putri mulai didirikan dan emansipasi wanita boleh dibicarakan. Atas dorongan Van deyender. Pada tahun 1912 didirikan sekolah kartini di semarang. Ditempat lain didirikan pula sekolah putri seperti di Malang, Jakarta, Madiun dan Bogor dengan bahasa Belanda sebagai pengantar, sedangkan di Cerebon, Rembang, pekalongan, Indramayu, dan Surabaya bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa pengantar. Sekolah Putri swasta didirikan seperti keutamaan Istri dipriangan Sisworini diSolo, Mardikenya di Surabaya, dan Mardiputri di Banyu wangi. Kartini juga punya cita-cita mengumpulkan dana beasiswa, tetapi cita-citanya dilaksanakan oleh Dr.Wahidin (Pelopor Organisasi Modern Pertama) karena kartini telah wafat pada waktu 1906 pada usia 25 tahun. Kartini lahir dari rahim ibu Ngasiran putri dari seorang Kiai yang bernama Madirono, ayahnya bernama Raden Mas Adipati Arya Sosroningrat ketika masih kecil, kartini diberi pelajaran membaca kitab Suci Al-Qur’an. Wanita Indonesia sudah mendapat kebebasan yang dikerjakan terus melalui organisai wanita. Pada tahun 1925, Raden Dewi Sartika mendirikan perkumpulan pengasuh Budi di Bandung dan Budi Wanita di Semarang. Yang memperjuangkan kemajuan dan emansipasi wanita. Gambar 3 Raden Ajeng Kartini Sesudah tahun 1920 jumlah organisasi wanita bertambah banyak. Kesediaan kaum wanita terlibat dalam kegiatan organisasi lebih meningkat dan kecakapan bertindak dalam organisasipun bertambah maju. Pada tahun 1921 didrikan wanita utomo dan tahun1924 wanita kordik kedua-duanya di Yogyakarta. Bagian wanita dari Sarekat Ambon yaitu Ina Tuni didirikan tahun 1927. Untuk membantu kegiatan Sarekat Ambon. Organisasi pemuda pelajar juga mendirikan bagian waniata/pemudi misalnya Jong Java Mensjeskring. Wanita taman siswa (1922). Jong Islamieter Band Dames Afdeeling ( 1925) dan putri Indo (1927). Pada tahun 1928 berdiri Organisasi Puteri Setia dikota Manado, wanita parti sebagai bagian dari persatuan dari Tabiyah Islamiyah ( Parti), Dameskransje Help Elkander (Sehati) di Jakarta. Menjelang tahun 1928 organisasi wanita berkembang lebih pesat disamping jumlahnya bertambah lebih pesat. Disamping jumlahnya bertambah juga secara perjuangannya maupun ruang lingkupnya tidak sama. b. Gerakan Kaum Buruh Gerkan kaum buruh timbul dari beberapa perkumpulan buruh Indonesia. Tujuannya adalah membela kepentingannya untuk memperoleh kesejahteraan hidup. Setelah itu nasib kaum buruh perlu mendapat perhatian karena pemerintah kolonial Belanda telah membedakan warna kulit dalam memberikan gaji, jabatan, maupun status social. Senjata yang digunakannya adalah mogok kerja. Dengan mogok kerja mereka berharap ada perhatian dari pemerintah kolonial Belanda. Atau paling tidak ada perhatian dari atasan langsung pada unit kerja masing-masing. Ada juga organisasi gerakan pemuda. Disamping organisasi partai politik yang mendasarkna Cinta Tanah Air. Dan bangsa juga berkembang dikalangan pemuda-pemuda Indonesia dengan mendirikan berbagai organisasi kepemudaan. Diantaranya a. Trikoro Dharmo b. Jong Sumatera Bond c. Perkumpulan Pemuda daerah seperti Jong Java, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon d. Perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) e. Jong Indonesia Berhubungan nasionalisme umumnya ditanggapi sebgai kesediaan mengabdi sepenuhnya kepada tanah air, sentiment patriotic, usaha dan prinsip kebangsaan, generasi tua mengkhawatirkan. Masa depan Negara-negara. Siapa lagi yang bisa diandalkan kalau bukan pemuda ? Memang benar nasionalisme terkait erat dengan keberadaan tanah air, kelahiran bangsa (Nation). Dan Kepemudaan. Namun sentimen kebangsaan dari bangsa-bangsa tidak pernah persis sama. Maka, bila bersamaan dengan kekhawatiran kita bertekad mengabarkan kembali nasionalisme bangsa Indonesia, kita perlu lebih dahulu bertindak bagai kimiawan ide yang menguraikan unsur-unsur konstitusional pokok dari nasionalisme kita.

0 komentar:

Posting Komentar